Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad bin Khalifa al-Tsani mengkritik pengiriman bantuan untuk korban gempa Suriah yang terlambat.
Al Jazeera melaporkan, Sheikh Tamim mengaku tidak mengerti dengan keterlambatan pengiriman bantuan kepada para korban gempa bumi di Suriah 6 Februari kemarin.
Ia menegaskan bahwa penyalahgunaan bantuan kemanusiaan untuk tujuan politik merupakan tindakan yang salah.
Berbicara pada pembukaan konferensi Negara Terbelakang PBB di ibu kota Qatar, Doha pada Minggu (5/3/2023), Sheikh Tamim menekankan perlu membantu warga Suriah “tanpa ragu-ragu” dan mendukung upaya Turki untuk pulih dari gempa dahsyat.
“Pertemuan kami berlangsung sementara saudara-saudara kami di Turki dan Suriah masih menderita akibat dampak gempa besar yang menimpa mereka dan berdampak pada jutaan orang,” kata Sheikh Tamim.
“Saya menekankan perlunya memberikan uluran tangan tanpa ragu kepada saudara-saudara rakyat Suriah,” imbuhnya.
“Mengeksploitasi tragedi kemanusiaan untuk tujuan politik tidak dapat diterima,” ucapnya.
“Tidak ada cara untuk membangun dunia baru yang lebih aman, lebih adil, dan lebih bebas untuk hari ini dan besok kecuali melalui jalan solidaritas manusia internasional,” tegasnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan agar akses diberikan oleh semua pihak di Suriah, yang telah dihancurkan oleh perang saudara selama bertahun-tahun, untuk meningkatkan pengiriman bantuan.
Badan bantuan mengeluhkan pembatasan oleh pemerintah Damaskus yang menurut mereka mempolitisasi distribusi bantuan.
Badan-badan bantuan lainnya mengatakan pemberontak garis keras telah memblokir pengiriman bantuan dari bagian-bagian yang dikuasai pemerintah di Suriah, yang semakin memperumit upaya.
Wabah kolera di Suriah
Setelah gempa bumi dahsyat melanda Suriah pada 6 Februari 2023 kemarin, wilayah tersebut kembali menghadapi situasi menyedihkan lain.
Di Suriah barat laut, petugas tanggap darurat mengatakan dua orang meninggal karena wabah kolera.
Dilansir Al Jazeera, jumlah total kematian akibat kolera yang tercatat di barat lau sejak wabah mulai dilaporkan pada 2022 telah meningkat menjadi 22 orang.
“Ada 568 kasus non-fatal lainnya yang tercatat,” lapor Pertahanan Sipil Suriah atau dikenal dengan White Helmet dalam sebuah cuitan Twitter, Selasa (28/2/2023).
“Hancurnya saluran air dan pembuangan pascagempa meningkatkan kemungkinan merebaknya penyakit ini,” tulis White Helmet.
Gempa bumi memperburuk kondisi pengungsian di daerah yang kekurangan akses air bersih.
Berdasarkan data yang dihimpun Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD), di Turki saja 44.218 orang tewas akibat gempa bumi per Jumat (24/2/2023).
Sementara jumlah korban tewas terakhir yang diumumkan di Suriah adalah 5.914 orang.